PERILAKU
SEKSUAL REMAJA
Berciuman
itu bisa bikin hamil nggak ya ?
Kalau melakukan kontak seksual tapi masih pakai baju apa bisa bikin
hamil juga ? Lha kalau berenang itu, apa sperma bisa masuk kedalam vagina ?
Kalau orang sudah melakukan kontak seksual, apa orang lain tahu, karena bentuk
tubuhnya sudah berubah ?
Itulah beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan remaja karena
ketidaktahuannya.
Mereka
takut hamil tetapi kadang-kadang melakukan perbuatan yang melanggar norma dan
bisa menyebabkan kehamilan.
Masa
remaja merupakan masa pertumbuhan yang sulit,
sehingga sering dikatakan sebagai masa badai dan stress (stress and
strom ). Dengan kondisi demikian, wajar jika remaja mengalami banyak
masalah.Salah satunya adalah masalah seksual, terutama yang berkaitan dengan
perilaku seksualnya.Remaja sering khawatir, berciuman itu bisa bikib hamil atau
tidak.Mereka juga sering bertanya kalau melakukan kontak seksual tapi masih
pakai baju apa bisa hamil juga ? Bahkan masalah seksual ini tidak hanya
mengganggu remaja sendiri, tetapi juga bagi orang tua dan orang dewasa yang
bertanggung jawab terhadap para remaja.
Perilaku seksual adalah tingkah laku yang
didorong
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesame
jenis.Bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik
samapai berkencan, bercumbu, dan bersenggama.
Secara rinci tahapan perilaku tersebut mulai dari
memandang tubuh lawan bicara, melakukan kontak mata, berbincang-bincang
dan membandingkan gagasan, berpegang tangan, memeluk bahu dengan tubuh
didekatkan, memeluk pinggang dan tubuh kontak rapat, ciuman bibir, ciuman bibir
sambil berpelukan, meraba dan eksplorasi tubuh pasangan, serta senggama.
Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan, atau diri sendiri. Sebagian perilaku seksual, dampaknya
bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi,, marah, misalnya pada
para gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya.Akibat psiko-sosial lainnya
adalah ketegangan mental, dan kebingungan akan peran social yang tiba-tiba
berubah ketika seorang gadis tiba-tiba hamil.Juga akan terjadi cemoohan dan
penolakan dari masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan
hasil penelitian di beberapa kota besar di
Indonesia, jumlah remaja
yang telah melakukan hubungan seks meningkat dari tahun ketahun dan prosentase
tertinggi melakukan bersama pacar dengan alas an utama : kebutuhan biologis dan
ungkapan rasa cinta.
Menariknya,
frekuensi tertinggi melakukan hubungan
seks adalah di rumah sendiri, yang berarti remaja yang bersangkutan
tidak lagi mempedulikan kenyataan bahwa rumah adalah teritori ( wilayah
psikologis yang tidak boleh dilanggar ) dari orang tua.Sedangkan tempat lain
yang sering digunakan remaja untuk melakukan senggama adalah hotel, taman,
ataupun sekolah.
Ditenggarai,
jumlah remaja yang
mengalami masalah
kehidupan seks terus bertambah, akibat pola hidup seks
bebas.Meskipun demikian, ada beberapa remaja yang pada awalnya sebenarnya tidak
berniat melakukan aktivitas seksual, tetapi ketika mereka tengah berduaan, hal
itu tidak dapat dihindari lagi.
Masalah
seksualitas pada masa remaja umumnya timbul
karena perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual ( libido
) remaja.Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan
meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media masa, khususnya karena
mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari
orang tuanya.
Orang tua sendiri,
baik karena ketidaktahuannya
maupun karena sikapnya yang masih mengggap tabu pembicaraan
mengenai seks dengan anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam
masalah yang satu ini.Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan
pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat.
Pendidikan
seks adalah salah satu cara
mencegah
penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak negative yang
tidak diharapkan, seperti kehamilan, penyakit menular seksual,,depresi, dan
perasaan berdosa.Pendidikan seks dalam hal ini bukanlah penerangan tentang seks
semata-mata, tetapi pemberian informasi tentang seks yang tidak diberikan
secara “ telanjang “, melainkan diberikan secara “ konstektual “, yaitu
kaitannya dengan norma yang berlaku dalam masyarakat ; apa yang dilarang, apa
yang lazim, dan bagaimana cara melakukannnya tanpa melangggar aturan.
Untuk menekan jumlah pelaku seks bebas, pada remaja
perlu adanya suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi remaja,
namun bukan pendidikan seks secara vulgar.
Pendidikan
kesehatan reproduksi dikalangan remaja
bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi
juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti kehamilan ataupun penyakit menular
seksual.Dengan demikian remaja dapat terhindar dari coba-coba melakukan seks
bebas.
Pendidikan
seks berhubungan pula dengan
proses
perkembangan dan kehidupan seks.Pendidikan seks ini dapat
direncanakan oleh orang tua sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak.
Sedikitnya
sebelum anak menginjak remaja, saat proses
kematangan seks mulai timbul, harus sudah diberikan.Misalnya anak
perempuan sebelum mengalami haid yang pertama, dan anak laki-laki sebelum
mengalami pengeluaran air mani yang pertama.
Akan lebih mudah
membicarakan masalah seks dengan
anak sebelum anak itu mengalami kematangan seksnya, karena akan
lebih terbuka dan perasaan malu berkurang.Disamping itu lebih baik mendahului
menerangkan masalah seks terhadap anak sebelum anak mengetahui dari anak atau
orang lain yang mungkin memberikan informasi yang salah dan semata-mata karena
senang membicarakan masalah seks saja.
Dengan demikian,
pendidikan seks seyogyanya
tetap
dimulai dari rumah. Salah satu alasan utamanya adalah karena
masalah seks ini merupakan masalah yang sangat pribadi sifatnya, yang jika
hendak dijadikan materi pendidikan juga perlu penyampaian yang pribadi.Dari
sudut pandang remaja, mereka mendambakan untuk memperoleh informasi tentang
seks dari orang tuanya, walaupun kenyataannnya mereka lebih senang bertanya
kepada teman sebaya.
Seyegan, April 2012
Siti Rohmiati, S.Pd
Sumber :
Majalah Psikologi Plus, volume II No 7 Januari 2008
|