twitter
rss

" Aku mau bunuh diri saja bu !".......begitu kalimat yang keluar dari mulut kecil muridku yang tiba-tiba masuk keruang Bimbingan dan konseling. Sejenak aku benar-benar terhentak mendengar kalimatnya, begitu polos tanpa pernah mau tahu akibat setelah dia bunuh diri. Usut punya usut, ternyata Bani sebut saja begitu punya masalah dengan kedua orang tuanya. Subhanallah sehari kemarin sudah ada 3 anak dan 1 orang tua yang curhat berkaitan dengan masalah keluarga alias perceraian orang tua. Bani mengaku ayahnya menikah lagi dan ia ikut ayahnya bersama ibu tirinya, tapi ia merasa bahwa ibu tirinya pilih kasih lebih mementingkan anak kandungnya yang sama sama seumuran dengan Bani. Komunikasipun jarang ia lakukan dengan ibu tirinya, makanya kenapa ia bermaksud bunuh diri agar orang tuanya mau peduli kepadanya.
Curhat yang kedua datang dari Samsu ( nama samaran ), melihat aura yang terpancar dari wajahnya tampak sekali ada begitu banyak dendam dan amarah. Ternyata Samsu juga ditinggalkan oleh ayah dan ibunya karena perceraian juga. Ayahnya yang hobi minum, hobi mengamuk, bertengkar dengan ibunya dan selalu mengeluarkan kata kata kotor saat bertengkar. Jelas hal itu benar benar membekas dan tertanam dalam memorinya, dan yang pasti dia merasa dendam dengan perlakuan-perlakuan ayahnya kepada ibunya.Akibatnya samsu lebih suka keluyuran, berkelahi, mbolos dan luweh-luweh dengan keadaan sekitar terutama ketika di dalam kelas. Maklum setelah orang tuanya bercerai, Samsu tinggal dengan neneknya, sementara ayah dan ibunya pergi entah kemana.
Curhat yang ketiga datang dari Yoyo ( nama samaran ), ketika dipanggil di ruang Bimbingan dan Konseling Yoyo lebih banyak diam, dia mengaku samapi dia kelas VII belum pernah mengenal wajah ayahnya, nama ayahnya pun ia tak tahu.Ibunya memang sengaja tidak mau memberitahu keberadaan ayahnya, entahlah, mungkin ibunya dendam dengan ayah Yoyo sehingga samapi detik ini Yoyo tidak pernah tahu sosok ayahnya.Jelas tampak dalam bergaulan Yoyo disekolah, ia lebih banyak diam dan menarik diri dari teman-temannya.
Curhat yang keempat datang dari orang tua atau ibunya Rifki ( nama samaran ), ibunya mengaku sejak Rifki  kelas 3 SD ia sudah bercerai dengan suaminya. Sejak ia bercerai, belum pernah satu kalipun suaminya menemui Rifki apalagi sampai menafkahinya. Ia hidup sendiri bersama Rifki, dan berusaha mencari kerja untuk menafkahi anaknya.
Dari kasus tersebut, kita sebagai orang tua apalagi sebagai pendidik merasa ikut prihatin dengan kondisi semacam itu. Betapa besarnya pengaruh perceraian orang tua bagi perkembangan psikis anak. Apakah karena keegoisan orang tua, anak yang harus jadi korban ? lalu bagaimana tanggungjawab kita sebagai orang tua yang pada dasarnya anak adalah amanah yang ALLOH titipkan kepada kita agar kita bisa mendidik, menjaga dan menjadikannya anak yang berbakti pada orang tua dan taat kepada ALLOH. Jika kita selaku orang tua sudah masa bodoh dengan generasi kita, apa yang bisa kita pertanggungjawabkan dihadapan-Nya ? Lalu bagaimana nasib anak-anak kita kelak, jika kita biarkan begitu saja tanpa bimbingan dan rengkuhan kasih sayang kita ? Wahai para orang tua, mereka juga butuh disayang, mereka juga butuh dekapan kita, butuh perhatian kita selaku orang tua. Betapa hati mereka teriris-iris melihat ayah dan ibu mereka tidak bisa bersatu. Janganlah masa-masa pertumbuhan mereka kita hancurkan hanya karena amarah kita, keegoisan kita. Mari sama-sama merenung, intropeksi diri, merekalah yang akan membantu kita kesurga, andai kita mampu menjadikan mereka anak-anak yang sholih dan sholihah. Menjaga mereka, membimbing mereka adalah pahala yang akan kita dapat andai kita bisa melakukannya dengan tulus ikhlas, menyadari tanggungjawab dan amanah yang ALLOH berikan kepada kita. Jangan biarkan harapan-harapan mereka pupus hanya karena ego orang tuanya. Selamat berjuang wahai para orang tua, ditangan kitalah anak-anak itu akan menjadi generasi yang tanggung atau generasi yang rapuh. Kita pasti bisa, mengesampingkan ego kita demi keselamatan generasi kita. AMIIIN.

0 komentar:

Posting Komentar