" Aku mau bunuh diri
saja bu !".......begitu kalimat yang keluar dari mulut kecil muridku
yang tiba-tiba masuk keruang Bimbingan dan konseling. Sejenak aku
benar-benar terhentak mendengar kalimatnya, begitu polos tanpa pernah
mau tahu akibat setelah dia bunuh diri. Usut punya usut, ternyata Bani
sebut saja begitu punya masalah dengan kedua orang tuanya. Subhanallah
sehari kemarin sudah ada 3 anak dan 1 orang tua yang curhat berkaitan
dengan masalah keluarga alias perceraian orang tua. Bani mengaku ayahnya
menikah lagi dan ia ikut ayahnya bersama ibu tirinya, tapi ia merasa
bahwa ibu tirinya pilih kasih lebih mementingkan anak kandungnya yang
sama sama seumuran dengan Bani. Komunikasipun jarang ia lakukan dengan
ibu tirinya, makanya kenapa ia bermaksud bunuh diri agar orang tuanya
mau peduli
kepadanya.
Curhat yang kedua datang dari Samsu ( nama samaran ), melihat aura yang
terpancar dari wajahnya tampak sekali ada begitu banyak dendam dan
amarah. Ternyata Samsu juga ditinggalkan oleh ayah dan ibunya karena
perceraian juga. Ayahnya yang hobi minum, hobi mengamuk, bertengkar
dengan ibunya dan selalu mengeluarkan kata kata kotor saat bertengkar.
Jelas hal itu benar benar membekas dan tertanam dalam memorinya, dan
yang pasti dia merasa dendam dengan perlakuan-perlakuan ayahnya kepada
ibunya.Akibatnya samsu lebih suka keluyuran, berkelahi, mbolos dan
luweh-luweh dengan keadaan sekitar terutama ketika di dalam kelas.
Maklum setelah orang tuanya bercerai, Samsu tinggal dengan neneknya,
sementara ayah dan ibunya pergi entah kemana.
Curhat
yang ketiga datang dari Yoyo ( nama samaran ), ketika dipanggil di
ruang Bimbingan dan Konseling Yoyo lebih banyak diam,
dia mengaku samapi dia kelas VII belum pernah mengenal wajah ayahnya,
nama ayahnya pun ia tak tahu.Ibunya memang sengaja tidak mau memberitahu
keberadaan ayahnya, entahlah, mungkin ibunya dendam dengan ayah Yoyo
sehingga samapi detik ini Yoyo tidak pernah tahu sosok ayahnya.Jelas
tampak dalam bergaulan Yoyo disekolah, ia lebih banyak diam dan menarik
diri dari teman-temannya.Curhat yang keempat datang dari orang tua atau ibunya Rifki ( nama samaran ), ibunya mengaku sejak Rifki kelas 3 SD ia sudah bercerai dengan suaminya. Sejak ia bercerai, belum pernah satu kalipun suaminya menemui Rifki apalagi sampai menafkahinya. Ia hidup sendiri bersama Rifki, dan berusaha mencari kerja untuk menafkahi anaknya.
Dari kasus tersebut, kita sebagai orang tua apalagi sebagai pendidik merasa ikut prihatin dengan kondisi semacam itu. Betapa besarnya pengaruh perceraian orang tua bagi perkembangan psikis anak. Apakah karena keegoisan orang tua, anak yang harus jadi korban ? lalu bagaimana tanggungjawab kita sebagai orang tua yang pada dasarnya anak adalah amanah yang ALLOH titipkan kepada kita agar kita bisa mendidik, menjaga dan menjadikannya anak yang berbakti pada orang tua dan taat kepada ALLOH. Jika kita selaku orang tua sudah masa bodoh dengan generasi kita, apa yang bisa kita pertanggungjawabkan dihadapan-Nya ? Lalu bagaimana nasib anak-anak kita kelak, jika kita biarkan begitu saja tanpa bimbingan dan rengkuhan kasih sayang kita ? Wahai para orang tua, mereka juga butuh disayang, mereka juga butuh dekapan kita, butuh perhatian kita selaku orang tua. Betapa hati mereka teriris-iris melihat ayah dan ibu mereka tidak bisa bersatu. Janganlah masa-masa pertumbuhan mereka kita hancurkan hanya karena amarah kita, keegoisan kita. Mari sama-sama merenung, intropeksi diri, merekalah yang akan membantu kita kesurga, andai kita mampu menjadikan mereka anak-anak yang sholih dan sholihah. Menjaga mereka, membimbing mereka adalah pahala yang akan kita dapat andai kita bisa melakukannya dengan tulus ikhlas, menyadari tanggungjawab dan amanah yang ALLOH berikan kepada kita. Jangan biarkan harapan-harapan mereka pupus hanya karena ego orang tuanya. Selamat berjuang wahai para orang tua, ditangan kitalah anak-anak itu akan menjadi generasi yang tanggung atau generasi yang rapuh. Kita pasti bisa, mengesampingkan ego kita demi keselamatan generasi kita. AMIIIN.